Detail Berita

Gandy Saputra Sibarani: Alumni SMA N 1 Silaen, S2 di Taiwan - National Chin-Yi University of Technology (NCUT)

Sabtu, 4 Juni 2022 09:05 WIB
691 |   -

Tanah Toba - Negeri Formosa - Banker Ibu Kota

Oleh : Gandy Saputra Sibarani

 

Horas! Saya Gandy Saputra Sibarani, satu dari sepasang kembar yang berasal dari Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.

“Selamat! Anda dinyatakan Lulus di jurusan Pendidikan Ekonomi – Universitas Negeri Medan”. Dengan sepasang mata penuh haruh saya menyaksikan portal pengumuman penerimaan mahasiswa baru UNIMED yang tertulis demikian. Perasaan pada saat itu bagai kembali ke dimensi masa lalu ketika duduk di bangku SMA Negeri 1 Silaen, sekolah yang telah memberikan pengalaman masa remaja yang penuh jurnal-jurnal berkesan. Gandy Saputra Sibarani, nama saya mungkin tidak menempati posisi sebagai siswa yang penuh kesan prestasi bagi guru-guru SMA Negeri 1 Silaen. Tidak juga akan diingat sebagai siswa yang aktif berorganisasi atau pernah menjadi perangkat kelas. Tulisan ini mungkin sedikit berbeda dari para alumni yang memang semasa sekolah selalu juara dan menemui kesuksesan berbekal nilai akademis dari SMA. Saya ucapkan selamat datang di tulisan saya kepada pembaca. Jika saat ini Anda merasa tidak punya “privilege” apapun untuk menemui sukses Anda, saya siap jadi orang yang mendoakan Anda untuk tetap kuat membangun hak istimewa anda sendiri. Selamat membaca.

 

2013, setelah menyaksikan pengumuman penerimaan sebagai calon mahasiswa UNIMED di portal penerimaan, keesokan harinya saya juga melihat nama saya ada di sebuah koran yang mengumumkan daftar nama-nama calon mahasiswa UNIMED. Seorang anak petani dengan kehidupan ekonomi bahkan di bawah marginal dan kehidupan yang jauh dari cukup telah Tuhan berikan kesempatan menjadi bagian dari ekosistem pendidikan tinggi. Diiringi do’a kedua orang tua, saudara kembar, adik perempuan dan berbekal amunisi keuangan terbatas, sejak hari itu saya bertekad tidak akan mengecewakan mereka semua di perantauan kota Medan.

Seiring dengan dinamika menjadi mahasiswa Sarjana di UNIMED, saya berusaha memperbaiki banyak hal, terkhusus mengenai prinsip hidup. Nilai akademis bukanlah tolak ukur yang harus diraih hanya dengan ambisius, saya memilih untuk menikmati setiap proses pendidikan tinggi dengan keseimbangan tekad, do’a dan strategi. Setelah hampir empat tahun menjadi mahasiswa Sarjana yang penuh dinamika, nama saya tercatat sebagai mahasiswa pertama yang berkesempatan untuk sidang skripsi pada periode 2017.  Saya sangat berterima kasih kepada Ibu Ratna Simanullang, M.Pd. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan pembelaan kepada saya di sidang skripsi akibat dari bentuk alis yang menurut standar UNIMED seharusnya tidak dicukur segaris seperti saya. Ibu Ratna menyampaikan pembelaannya bahwa saya adalah seorang “entertain” dan gaya itu adalah pilihan saya yang harusnya dapat diterima dosen lain sebagai pilihan pribadi saya. Saya juga menyadari bahwa prinsip “don't judge book by its cover” masih langka di bumi pertiwi, namun sungguh ini tidak akan mengurangi upaya saya untuk tetap bercita-cita membangun bangsa.

Menyadari bahwa pendidikan Sarjana belum cukup untuk membentuk kapasitas diri yang penuh pengalaman, saya berupaya semaksimal mungkin untuk melanjutkan pendidikan Master dengan tidak membebankan kedua orang tua lagi. Berani membangun mimpi untuk menyebrangi Samudera demi pendidikan artinya saya juga harus siap membangun bahtera menuju mimpi itu. Sebelum acara Wisuda secara seremonial saya telah mempersiapkan berbagai dokumen untuk seleksi Perguruan Tinggi Luar Negeri. Setelah beberapa bulan persiapan seluruh dokumen saya memberanikan diri mengajukan pendaftaran pada beberapa perguruan tinggi negeri di Taiwan.

Proses menuju Taiwan bukanlah langkah instan tanpa dinamika, bahkan hingga saat ini saya masih mengingat arah bicara tetangga sesaat setelah memperoleh gelar Sarjana dan saat itu saya tidak segera bekerja. “Sarjana Pengangguran” yang mereka lekatkan pada diri saya adalah amunisi yang menjadi extra power untuk bertekad bahwa saya harus mampu membawa perubahan dan pengaruh positif di masa depan.

Setelah dua bulan menunggu, satu persatu pengumuman penerimaan universitas di Taiwan diumumkan. Saya dinyatakan lulus pada beberapa universitas negeri di Taiwan sekaligus. Namun karena pertimbangan beasiswa, maka saya memilih National Chin-Yi University of Technology (NCUT) jurusan International Business Administration. Persiapan keberangkatan menuju Taiwan ternyata tidak juga menjadi pereda para tetangga untuk berhenti melabeli diri saya. Para tetangga justru sepakat mengubah label “Sarjana Pengangguran” menjadi “Harusnya Begini”. Dalam sudut pandang mereka, harusnya saya memilih pilihan untuk memperbaiki taraf ekonomi keluarga saya terlebih dahulu sebelum ke luar negeri. Penganiayaan secara verbal ini benar-benar tajam menghantam perasaan, tapi salah sasaran. Saya benar-benar tidak mempedulikan kritik verbal yang hanya “harusnya” bukan “solusinya”.

Keberangkatan saya menuju Taiwan diiringi derai air mata kedua orang tua yang menaruh harapan besar atas pilihan saya. Kedua orang tua saya sengaja datang ke Bandara Kualanamu dengan menempuh perjalanan berjam-jam dari kampung halaman hanya untuk mengantarkan saya pada gerbang pendidikan luar negeri.

Perjalanan hidup di negeri Formosa memberikan banyak petuah kehidupan bahwa dari  segala  pencapain hidup harus diseimbangkan dengan kerendahan hati. Dari kebimbangan diri tidak mampu berbahasa asing, atau bahkan berpikir tidak mampu bersaing dengan mahasiswa dari negara lain, bukan sebagai penghambat untuk memulai sebuah ketidak mungkinan dimata orang lain. Saya percaya bahwa jika semesta sendiri membantu-mu, apalagi Tuhan-mu. Setelah berjuang dan benar-benar menggunakan kesempatan belajar, saya berhasil menyelesaikan pendidikan Master tepat waktu di Taiwan dengan beasiswa dari NCUT.

 

Menempuh pendidikan Master dengan kualifikasi internasional adalah proses penuh tantangan. Tidak hanya memanfaatkan kesempatan untuk belajar selama di Taiwan, saya juga tidak melewatkan kesempatan kerja paruh waktu (part time). Bersepeda mulai fajar untuk memaksimalkan pembagian waktu antara berkuliah dan bekerja adalah pengalaman yang semakin menguatkan iman, bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan dalam titik manapun.

 

Empat musim yang saya hadapi selama dua tahun di Taiwan telah memberikan pengalaman akademis dan kekuatan mental yang mendewasakan bahwa untuk siap berperang setiap orang harus berjuang. Setelah menyelesaikan pendidikan Master, saya merasa benar-benar siap menjawab keresahan tetangga untuk mengubah taraf ekonomi kedua orang tua saya kepada arah yang lebih baik. Dengan tabungan yang telah disisihkan dari hasil part time saya bertekad untuk melampaui pulau Sumatera dan berjuang di Ibu Kota. Melalui proses yang panjang, hari ini dengan berbahagia saya bersyukur untuk pekerjaan saya sebagai bagian dari Divisi Commercial Banking, Bank Victoria International, Jakarta. Benar bahwa untuk memutus mata rantai ketidakmampuan manusia tidak cukup hanya dengan mengandalkan nilai akademis, namun harus ada kombinasi tekad, do’a dan strategi. Salam dari saya, seorang anak petani yang berkarya sebagai Banker di ibu kota.


Komentar

×
Berhasil membuat Komentar
×
Komentar anda masih dalam tahap moderator
1000
Karakter tersisa
Belum ada komentar.

Jadilah yang pertama berkomentar di sini